Kata
“Asas” didalam AAUPB dimaksudkan sebagai “asas hukum” yang menjadi suatu dasar
pembentukan kaidah hukum termasuk kaidah hukum pemerintahan. Pemerintah
Indonesia mengamban dua fungsi utama yaitu fungsi memerintah dan fungsi pelayanan. Oleh karena itu, diberlakukannya
asas hukum di lapangan pemerintahan sangat urgen untuk membatasi kekuasaan
pemerintahan agar sesuai dengan kewenangannya dalam memenuhi kebutuhan
rakyatnya, terlebih negara Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara
kesejahteraan. Dalam kata lain, AAUPB berguna bagi pemerintahan karena
pemerintah tidak hanya menjalankan undang-undang melainkan juga melakukan
perbuatan-perbuatan lain yag belum diatur dengan jelas di dalam undang-undang. AAUPB dapat berwujud norma hukum
secara tertulis maupun norma etik yang tidak tertulis. AAUPB juga menjadi alat
uji bagi hakim di peradilan ataupun menjadi dasar pengajuan gugatan bagi
penggugat. Dalam arti lain, AAUPB tersebut menjadi arahan dan patokan
pelaksanaan wewenang administrasi negara dalam menentukan batas-batas yang
harus diperhatikan oleh pejabat tata usaha negara dalam bertindak. Oleh karena
itu, AAUPB menjadi prinsip hukum yang bersifat mengikat.
Di
Indonesia, Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia walaupun telah memiliki
sistem AAUPB sejak lama namun belum menggambarkan pemerintahan yang baik
sepenuhnya. karena bagi pemerintahan eksekutif, apabila terjadi pergantian
kekuasaan maka akan terjadi perubahan kebijakan sehingga pemerintahan Indonesia
tidak konsisten dalam bertindak. Adapun dalam bidang yudikatif, rakyat pencuri
semangka dapat dihukum lebih berat daripada hukuman seorang koruptor. AAUPB
dalam tata usaha negara Indonesia telah diatur dalam pasal 3 undang-undang
nomor 28 tahun 1999 yang memuat beberapa asas umum penyelenggaraan negara
meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas
kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsional, asas profesional, dan
asas akuntabilitas.
Konsep
AAUPB di Indonesia dapat dikatakan telah terimplementasi dalam penyelenggaraan
negara, seperti halnya pembuatan peraturan perundang-undangan. Tetapi di sisi
lain, AAUPB belum terwujud sepenuhnya, seperti halnya berikut.
Asas
kepastian hukum di dalam UU anti-KKN tahun 1999, UU Pemerintahan Daerah 2014,
dan UU AP 2014 menyatakan sebagai asas negara hukum dengan mengutamakan
landasan peraturan UU, kepatutan dan keadilan dalam kebijakan penyelenggaraan
negara. Asas hukum di Indonesia secara tertulis dapat tertuang dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur dan bersifat mengikat seluruh warga negara
Indonesia baik secara individu maupun institusi. Di dalam penyelenggaraan
pemerintahan Indonesia, Hak dan kewajiban serta diskresi pejabat diatur dan
dijelaskan dalam undang-undang no 30 tahun 2014. Tetapi di sisi yang berbeda,
Asas kepastian hukum belum terlaksana sepenuhnya. hal tersebut tercermin dari
beberapa kasus dengan slogan “tumpul ke atas, lancip kebawah” artinya
pemerintahan Indonesia belum memiliki konsep keadilan dalam yustisi, kasus yang
disoroti media yaitu kasus pencuri sandal seharga 50 ribu rupiah yang dihukum
selama 5 tahun sedangkan koruptor yang mencuri miliaran rupiah hanya hanya di
hukum selama 4 tahun 6 bulan.
Asas
kepastian hukum tersebut sangatlah penting mengingat Indonesia adalah negara
hukum maka apabila ada pihak atau badan hukum perdata yang kepentingannya
dirugikan akibat sebuah keputusan oleh seseotang atau badan hukum perdata pada
alat administrasi negara atau pejabat negara dapat mengajukan gugatannya
melalui PTUN dengan berdasar pada AAUPB. Adapun kasus-kasus lain mengenai
gugatan terhadap pelanggaran AAUPB yang kemudian diputuskan oleh hakim PTUN
seperti sengketa antara PT Pertamina Training and Consulting (PTC) Jakarta dengan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul dengan nomor register perkara 08/G/2014/PTUN.YK.
Sengketa antara I Nyoman Tri Santoso SIP terhadap Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Sleman dengan surat permohonan penggugat No. Eska-26.01.14/TUN. Dan Sengketa
antara PT Neo Husada Sejahtera terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan
Perumahan Kabupaten Sleman dengan objek sengketanya yaitu surat kepala dinas
pekerjaan umum dan perumahan Kabupaten Sleman No. 640/1437/2015 tertanggal 6
Mei 2015 mengenai Opname Bangunan yang ditujukan kepada Direktur Reserse
Kriminal Umum-Kasubdit II/HARDA Polda DIY di Yogyakarta. Dan sebagainya.
Demikian
pula dalam asas tertib penyelenggaraan negara. Asas tertib penyelenggaraan
negara megharuskan setiap pelaksanaan pemerintahan/negara sesuai dan dikendalikan
berdasar pada prinsip keteratura, keserasian dan keseimbangan. Asas tersebut
menghandaki terciptanya keteraturan dan koordinasi gerak di berbagai pihak baik
pemerintah, swasta maupun masyarakat. Hal positif terlaksananya AAUPB di
pemerintahan Indonesia yaitu dalam pelaksaanaan pemilu. Di dalam pemilu,
pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat terlaksana melalui partai
politik. Partai politik tersebut berfungsi untuk menyeleksi dan menjamin
politik dan pejabat publik berintegritas melalui prosedur rekruitmen dan
kaderisasi. Di dalam proses pemilu berpedoman pada AAUPB secara tertulis
dituangkan dalam beberapa undang-undang, seperti pasal 6A ayat 2 yang
menyatakan pasangan capres dan wapres diusulkan oleh parpol atau koalisi parpol
peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan dan juga pada pasal 22E Ayat 3
pemilu mengenai calon keanggotan DPR dan DPRD. Bahkan dalam pemilu, AAUPB tidak
tertulis juga disertakan seperti keanggotaa yang transparan, bersih,
akuntabilitas, meritokrasi, serta mengartikulasi dan mengagregasi kepentingan
umum. Akan tetapi, asas tertib penyelenggaraan negara masih saja belum
sepenuhnya terlaksana. Dalam implementasi politik dan pemilu sebagai salah satu
unsur pemerintahan justru disalahgunakan bagi beberapa pihak yang memiliki
kekuasaan, maka munculah istilah malpraktik politik seperti mekanisme internal
justru dikuasai elite partai politik serta rekruitmen kadernya untuk
jabatan-jabatan politik juga di dominasi oleh pihak dengan hubungan
kekerabatan, bahkan rekruitmennya juga masih terkesan transaksional.
Adapun
keberadaan asas kepentingan umum masih tidak dapat dikatakan berjalan
sepenuhnya karena keberadaan kepentingan kelompok dibalik pembangunan
megaproyek pemerintah kerapkali terjadi sehingga mengenyampingkan asas kepentingan
umum dalam bertindak untuk membuat sebuah keputusan atau kebijakan. Asas
kepentingan umum dalam UU anti KKN 1999 dan UU Pemerintahan Daerah 2014
mengartikannya sebagai asas yang mengutamakan kesejahteraan umum secara
aspiratif, akomodatif dan selektif sedangkan dalam UU Pelayanan Publik 2009
mengutarakan bahwa asas kepentingan umum adalah pemberian pelayanan tidak
mengutamakan kepentingan individu dan atau golongan.
Dalam
implementasinya, asas kepentingan umum mengarahkan pemerintahan indonesia sebagai
negara kesejahteraan. Akan tetapi, justru negara Indonesia saat ini belum
sejahtera dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi. Hal tersebut
disebabkan karena lemahnya pengawasan birokrasi pemerintahan serta adanya
kepentingan golongan di balik tindakan pembuatan keputusan di dalam
lembaga-lembaga pemerintahan sehingga saratdengan penyalahgunaan wewenang,
pungli, penyimpangan prosedur administrasi, konflik kepentingan, keberpihakan
serta diskriminasi dalam pelayanan dan pemerintahan.
Hal
positif dari AAUPB mengenai asas kepentingan umum yaitu dengan dituangkannya
secara tertulis ke dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat. Walaupun pelanggara terhadap asas tersebut pernah terjadi di era
Soeharto dengan puncak tragedi Trisakti yang mengarah pada pelanggaran HAM
berat, akan tetapi pada era reformasi AAUPB tersebut mulai ditegakkan kembali.
Akan tetapi, bukan berarti di era tersebut Indonesia telah bersih dari
pelanggaran sepenuhnya seperti halnya kasus-kasus diskriminasi terhadap
penyandang disabilitas dalam memperoleh sekolah dan jabatan pekerjaan harus
menjadi perhatian pejabat-pejabat negara dalam mempertahankan asas kepentingan
umum. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang Asas Pemerintahan
2014 yang mengatakan bahwa asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan
kesejahteraan serta kemanfaatan umum secara aspiratif, akomodatif, selektif dan
tidak diskriminatif.
Pemerintahan
Indonesia sebagai negara hukum sekaligus negara kesejahteraan masih saja belum
mampu menegakkan keadilan dan belum juga mampu mengatasi kemiskinan dan
pengangguran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam negara
kesatuan. Hal tersebut terjadi akibat penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia
saat ini belum mencerminkan pemerintahan yang baik sebagaimana yang dituangkan
dalam asas-asas pemerinthan yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar