Fungsi Partai Politik
Menyeleksi
dan Menjamin pemimpin politik dan pejabat publik yang berintegritas melalui
rekruitmen dan kaderisasi.
Seleksi dan kandidasi
1.
Anggota partai politik
2.
Pengurus partai
3.
Pejabat publik
a. Calon
anggota legislatif pusat dan daerah
b. Calon
kepala daerah seperti calon gubernur/bupati/walikota/ dan wakil.
c. Calon
presiden dan wakil presiden
Pasal
6A ayat 2 “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum”
Pasal
22E Ayat 3 “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.”
Pedoman Rekruitmen
1.
Royalitas
Kesetiaan pada partai untuk bersikap dan bertindak sesuai
ideologi partai
2.
Bersih
Bebas dari tindakan tercela, baik yang melanggar norma sosial,
agama maupun kepentingan publik
3.
Transparan
Transparan dalam segi mekanisme rekruitmen, profil politisi
dan partai politik, kualitas pendidikan dan kemampuan ekonomi.
4.
Akuntabilitas
Proses rekruitmen tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada
anggota partai teteapi juga masyarakat luas.
5.
Meritokrasi
Seleksi berdasarkan keahlian baik teknis maupun pengalaman
berorganisasi.
6.
Demokrasi (Adil, Inklusif
Anggota boleh ikut berperan dalam nominasi
7.
Desentralisasi
Kanddasi dilakukan secara proporsional baik pengurus partai di
tingkat pusat dan daerah.
8.
Humanis
Keterbukaan akses bagi yang sama tanpa memperhatikan status
sosial ekonomi.
9.
Non partisan
Perlakuan terhadap calon dengan hak yang sama.
Kaderisasi =>
Meningkatkan kapasitas anggota => menjadi fungsionaris => menjadi pejabat
publik.
Penyerahan Dokumen
Persyaratan
3-16 Okt 17 Di ruang sidang lantai 2 kantor KPU RI. Jalan imam
bonjol no 29 Jakpus.
Penyerahan Bukti
keanggotaan partai politik dan salinan E-KTP/ surat keterangan.
3-16okt 17 di kantor KPU kabupaten/kota setempat
Info lebih lanjut..... WWW.SIPOL.KPU.GO.ID
Untuk pemilu 2O19, KPU
mencatat terdapat 73 partai politik yang terdaftar di Kemenkumham, namun hanya
31 parpol yang mengajukan SIPOL ke KPU.dari jumlah itu, sebanyak 27 partai
politik telah terdaftatr di KPU, dan 14 parpol berkasnya sudah lengkap untuk
ikut di pemilu 19
Fungsi Partai Politik
a. Sosialisasi
politik
Contoh melalui media massa,
Kegiatan organisasi, informasi pra pemilu. Aksi unjukrasa.
b. Partisipasi
politik
Diadakan Pemilu , wadah menyatakan
pendapat,. Kaderisasi.
c. Komunikasi
politik
Kampanye yang mengeluarkan
janji-janji harapan masyarakat agar diketahui pemerintahan dan masyarakat luas.
d. Artikulasi
kepentingan
Sarana penyalur kepentingan
masyarakat yang ingin diperjuangkan. Contoh keinginan masyarkat akan di
tampilkan dengan janji2 kampanye. Yang kemudian akan diperjuangkan untuk
diwujudkan.
e. Agregasi
kepentingan
Contoh berbagai kepentingan
dari berbagai parpol yang mewakili suara rakyat akan bertemu.
f.
Pembuat kebijaksanaan
Parpol akan membuat
kebijaksanaan apabila menempati kursi legislatif dan eksekutif.
Rancangan kebijakan dibahas
juga di parpol, guna mempertahankan nama parpol agar elektabilitas calon2
berikutnya tetap terpandang oleh masy.
g. Persuasi
pengajuan usul-usul kebijakan
agar memperoleh dukungan yang besar
h. Pengendalian
konflik
di dalam masyarakat terjadi
masalah mengenai naiknya harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah. Banyak
terjadi demo menentang kebijakan tersebut. Dalam kasus ini parpol sebagai salah
satu perwakilan dalam masyarakat di badan pewakilan rakyat (DPR/DPRD),
mengadakan dialog bersama masyarakat mengenai kenaikan harga BBM tersebut. Parpol dalam hal ini berfungsi sebagai mengendalikan konflik dengan cara
menyampaikan kepada pemerintah guna mendapatkan suatu putusan yang bijak
mengenai kenaikan harga BBM tersebut.
i.
Represi
menuntut ketaatan dan
membentuk pikiran dan loyalitas anggota.
j.
Kontrol politik
Jika Bangku politik yang
dimiliki A sewenang2, maka kursi yang diduduki parpol lainnya (selain A) akan
menentang, karena partai lawan akan selalu mencari kelemahan kebijakan yang
dibuat.
Kursi di DPR
DPR RI memiliki 560 kursi yang
terbagi ke dalam 77 daerah pemilihan
(dapil) dengan jumlah kursi
bervariasi tiap dapil. Aturan mengenai tata
caranya tercantum dalam Peraturan KPU nomor 15 tahun 2009.
Sebelum menghitung
perolehan kursi parpol per dapil, terlebih dulu kita harus menentukan parpol
mana yang lolos Parliamentary Threshold (PT) sebesar 2,5 persen dari surat
suara sah nasional dan parpol mana yang tidak lolos. Parpol yang tidak lolos PT
tidak akan diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian kursi.
Kita andaikan, dengan
jumlah pemilih tetap kita mencapai sekitar 171 juta, hanya 160 juta di
antaranya yang mengunakan hak suaranya. Dari jumlah sekian itu, surat suara sah
nasional ternyata berjumlah 150 juta. Dengan demikian jumlah suara yang harus
dimiliki parpol untuk lolos PT adalah 2,5 persen dari 150 juta, alias 3.750.000
suara.
Angka 150 juta itu adalah
suara untuk 38 parpol. Dengan angka PT 2,5
persen, kita asumsikan hanya
10 parpol yang lolos PT dan berhak diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian
kursi. Karena harus dikurangi suara parpol yang tak lolos PT, katakanlah suara
sah kesepuluh parpol itu adalah 140 juta.
Nah, angka 140 juta ini
tersebar ke 77 dapil. Penetapan perolehan kursi parpol harus dilakukan per
dapil mengingat jumlah kursi dan jumlah pemilih di tiap dapil berbeda-beda.
Sebagai contoh, untuk Provinsi DKI terdapat sekitar 7 juta pemilih dengan 3
dapil, yakni dapil I (Jakarta Timur) yang memiliki 6 kursi, dapil II (Jakarta
Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri) yang memiliki 7 kursi, dan dapil III
(Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan wilayah administrasi Kepulauan Seribu) yang
memiliki 8 kursi.
jika sebuah partai politik
tidak mencantumkan atau tidak memuat pendidikan
politik pada Anggaran Dasarnya (AD), maka atas pelanggaran tersebut dikenai
sanksi administratif berupa penolakan
pendaftaran Partai Politik sebagai badan hukum oleh Kementerian.
Fungsi dasar dari sebuah partai politik (parpol) adalah untuk mengagregasikan* kepentingan
masyarakat, mengarahkannya pada kepentingan bersama, dan merancangnya dalam bentuk
legislasi* dan kebijakan, sehingga
menjadi sebuah agenda* yang bisa
mendapatkcin dukungan rakyat di saat pemilihan umum. Parpol merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari sistem demokrasi modern. Tantangannya adalah
bagaimana cara mengatur parpol dan membuat mereka berfungsi secara demokratis.
Malfungsi parpolitik
reformasi menempatkan partai
politik pada situasi paradoks. Di
satu sisi, dalam negara demokrasi partai politik merupakan institusi politik utama dalam artikulasi dan agregasi
kepentingan rakyat. Namun, kiprah partai politik justru menjadi persoalan dalam demokratisasi di
Indonesia. seperti: mekanisme internal yang dikuasai oleh sekelompok elite, rekrutmen
kader untuk jabatan-jabatan politik masih didominasi oleh hubungan
kekerabatan dan sistem rekrutmen yang transaksional,
pragmatisme yang kuat tecermin dalam koalisi politik dan proses legislasi di
parlemen, menggejalanya perilaku koruptif elite partai,
manajemen internal partai yang lemah dan sentralistik.
“Aturan main tinggal aturan main, faktor like and
dislike juga ikut mem beri kan peranan. Belum lagi faktor kedekatan dengan
pimpinan partai. Yang lain tentunya faktor keuangan yang dimiliki,” kata Indra.
Kader yang baik dan potensial, misalnya, belum tentu diloloskan dalam perebutan
jabatan-jabatan publik.
Ketika konflik terjadi, baik di luar atau pun di dalam partai, mekanisme
penyelesaian nya sebenarnya sudah tersedia. “Yang paling lazim adalah dialog
demi dialog antara sesama kader. Hanya saja mekanisme seperti itulah yang
semakin hilang, akibat politik kian personal dan memiliki banyak saluran untuk
bersuara,” katanya.
Multipartai
(Eksekutif dan legislatif dari
berbagai kelompok2 parpol)
Semakin banyak partai poltik maka semakin sulit terwujudnya sistem presidensialisme, pemerintahan yang
efektif dan efisien. Hal ini mengingat keputusan strategis melalui Undang-Undang harus diputuskan bersama
Presiden dan DPR. Bila banyak partai politik maupun fraksi partai politik
di Parlemen, maka pengambilan keputusan semakin tidak efektif. Alhasil dibutuhkan
koalisi besar partai pendukung pemerintahan yang rentan bersifat transaksional. Sistem multi partai akan cenderung
melahirkan Presiden minoritas yang minim dukungan parlemen dan membahayakan
sistem Presidensial. Apalagi dalam sistem ketatanegaraan kita, DPR diberikan
hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat yang bisa saja dijadikan pintu
ancaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar