Kamis, 03 Januari 2019

Implementasi AAUPB dalam Pemerintahan Indonesia



            Kata “Asas” didalam AAUPB dimaksudkan sebagai “asas hukum” yang menjadi suatu dasar pembentukan kaidah hukum termasuk kaidah hukum pemerintahan. Pemerintah Indonesia mengamban dua fungsi utama yaitu fungsi memerintah dan fungsi  pelayanan. Oleh karena itu, diberlakukannya asas hukum di lapangan pemerintahan sangat urgen untuk membatasi kekuasaan pemerintahan agar sesuai dengan kewenangannya dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya, terlebih negara Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara kesejahteraan. Dalam kata lain, AAUPB berguna bagi pemerintahan karena pemerintah tidak hanya menjalankan undang-undang melainkan juga melakukan perbuatan-perbuatan lain yag belum diatur dengan jelas di dalam undang-undang.            AAUPB dapat berwujud norma hukum secara tertulis maupun norma etik yang tidak tertulis. AAUPB juga menjadi alat uji bagi hakim di peradilan ataupun menjadi dasar pengajuan gugatan bagi penggugat. Dalam arti lain, AAUPB tersebut menjadi arahan dan patokan pelaksanaan wewenang administrasi negara dalam menentukan batas-batas yang harus diperhatikan oleh pejabat tata usaha negara dalam bertindak. Oleh karena itu, AAUPB menjadi prinsip hukum yang bersifat mengikat.
            Di Indonesia, Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia walaupun telah memiliki sistem AAUPB sejak lama namun belum menggambarkan pemerintahan yang baik sepenuhnya. karena bagi pemerintahan eksekutif, apabila terjadi pergantian kekuasaan maka akan terjadi perubahan kebijakan sehingga pemerintahan Indonesia tidak konsisten dalam bertindak. Adapun dalam bidang yudikatif, rakyat pencuri semangka dapat dihukum lebih berat daripada hukuman seorang koruptor. AAUPB dalam tata usaha negara Indonesia telah diatur dalam pasal 3 undang-undang nomor 28 tahun 1999 yang memuat beberapa asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsional, asas profesional, dan asas akuntabilitas.
            Konsep AAUPB di Indonesia dapat dikatakan telah terimplementasi dalam penyelenggaraan negara, seperti halnya pembuatan peraturan perundang-undangan. Tetapi di sisi lain, AAUPB belum terwujud sepenuhnya, seperti halnya berikut.
            Asas kepastian hukum di dalam UU anti-KKN tahun 1999, UU Pemerintahan Daerah 2014, dan UU AP 2014 menyatakan sebagai asas negara hukum dengan mengutamakan landasan peraturan UU, kepatutan dan keadilan dalam kebijakan penyelenggaraan negara. Asas hukum di Indonesia secara tertulis dapat tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur dan bersifat mengikat seluruh warga negara Indonesia baik secara individu maupun institusi. Di dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia, Hak dan kewajiban serta diskresi pejabat diatur dan dijelaskan dalam undang-undang no 30 tahun 2014. Tetapi di sisi yang berbeda, Asas kepastian hukum belum terlaksana sepenuhnya. hal tersebut tercermin dari beberapa kasus dengan slogan “tumpul ke atas, lancip kebawah” artinya pemerintahan Indonesia belum memiliki konsep keadilan dalam yustisi, kasus yang disoroti media yaitu kasus pencuri sandal seharga 50 ribu rupiah yang dihukum selama 5 tahun sedangkan koruptor yang mencuri miliaran rupiah hanya hanya di hukum selama 4 tahun 6 bulan.
            Asas kepastian hukum tersebut sangatlah penting mengingat Indonesia adalah negara hukum maka apabila ada pihak atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan akibat sebuah keputusan oleh seseotang atau badan hukum perdata pada alat administrasi negara atau pejabat negara dapat mengajukan gugatannya melalui PTUN dengan berdasar pada AAUPB. Adapun kasus-kasus lain mengenai gugatan terhadap pelanggaran AAUPB yang kemudian diputuskan oleh hakim PTUN seperti sengketa antara PT Pertamina Training and Consulting (PTC) Jakarta  dengan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul dengan nomor register perkara 08/G/2014/PTUN.YK. Sengketa antara I Nyoman Tri Santoso SIP terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman dengan surat permohonan penggugat No. Eska-26.01.14/TUN. Dan Sengketa antara PT Neo Husada Sejahtera terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Sleman dengan objek sengketanya yaitu surat kepala dinas pekerjaan umum dan perumahan Kabupaten Sleman No. 640/1437/2015 tertanggal 6 Mei 2015 mengenai Opname Bangunan yang ditujukan kepada Direktur Reserse Kriminal Umum-Kasubdit II/HARDA Polda DIY di Yogyakarta. Dan sebagainya.
            Demikian pula dalam asas tertib penyelenggaraan negara. Asas tertib penyelenggaraan negara megharuskan setiap pelaksanaan pemerintahan/negara sesuai dan dikendalikan berdasar pada prinsip keteratura, keserasian dan keseimbangan. Asas tersebut menghandaki terciptanya keteraturan dan koordinasi gerak di berbagai pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Hal positif terlaksananya AAUPB di pemerintahan Indonesia yaitu dalam pelaksaanaan pemilu. Di dalam pemilu, pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat terlaksana melalui partai politik. Partai politik tersebut berfungsi untuk menyeleksi dan menjamin politik dan pejabat publik berintegritas melalui prosedur rekruitmen dan kaderisasi. Di dalam proses pemilu berpedoman pada AAUPB secara tertulis dituangkan dalam beberapa undang-undang, seperti pasal 6A ayat 2 yang menyatakan pasangan capres dan wapres diusulkan oleh parpol atau koalisi parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan dan juga pada pasal 22E Ayat 3 pemilu mengenai calon keanggotan DPR dan DPRD. Bahkan dalam pemilu, AAUPB tidak tertulis juga disertakan seperti keanggotaa yang transparan, bersih, akuntabilitas, meritokrasi, serta mengartikulasi dan mengagregasi kepentingan umum. Akan tetapi, asas tertib penyelenggaraan negara masih saja belum sepenuhnya terlaksana. Dalam implementasi politik dan pemilu sebagai salah satu unsur pemerintahan justru disalahgunakan bagi beberapa pihak yang memiliki kekuasaan, maka munculah istilah malpraktik politik seperti mekanisme internal justru dikuasai elite partai politik serta rekruitmen kadernya untuk jabatan-jabatan politik juga di dominasi oleh pihak dengan hubungan kekerabatan, bahkan rekruitmennya juga masih terkesan transaksional.
            Adapun keberadaan asas kepentingan umum masih tidak dapat dikatakan berjalan sepenuhnya karena keberadaan kepentingan kelompok dibalik pembangunan megaproyek pemerintah kerapkali terjadi sehingga mengenyampingkan asas kepentingan umum dalam bertindak untuk membuat sebuah keputusan atau kebijakan. Asas kepentingan umum dalam UU anti KKN 1999 dan UU Pemerintahan Daerah 2014 mengartikannya sebagai asas yang mengutamakan kesejahteraan umum secara aspiratif, akomodatif dan selektif sedangkan dalam UU Pelayanan Publik 2009 mengutarakan bahwa asas kepentingan umum adalah pemberian pelayanan tidak mengutamakan kepentingan individu dan atau golongan.
            Dalam implementasinya, asas kepentingan umum mengarahkan pemerintahan indonesia sebagai negara kesejahteraan. Akan tetapi, justru negara Indonesia saat ini belum sejahtera dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena lemahnya pengawasan birokrasi pemerintahan serta adanya kepentingan golongan di balik tindakan pembuatan keputusan di dalam lembaga-lembaga pemerintahan sehingga saratdengan penyalahgunaan wewenang, pungli, penyimpangan prosedur administrasi, konflik kepentingan, keberpihakan serta diskriminasi dalam pelayanan dan pemerintahan.
            Hal positif dari AAUPB mengenai asas kepentingan umum yaitu dengan dituangkannya secara tertulis ke dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Walaupun pelanggara terhadap asas tersebut pernah terjadi di era Soeharto dengan puncak tragedi Trisakti yang mengarah pada pelanggaran HAM berat, akan tetapi pada era reformasi AAUPB tersebut mulai ditegakkan kembali. Akan tetapi, bukan berarti di era tersebut Indonesia telah bersih dari pelanggaran sepenuhnya seperti halnya kasus-kasus diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam memperoleh sekolah dan jabatan pekerjaan harus menjadi perhatian pejabat-pejabat negara dalam mempertahankan asas kepentingan umum. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang Asas Pemerintahan 2014 yang mengatakan bahwa asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan serta kemanfaatan umum secara aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.
            Pemerintahan Indonesia sebagai negara hukum sekaligus negara kesejahteraan masih saja belum mampu menegakkan keadilan dan belum juga mampu mengatasi kemiskinan dan pengangguran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam negara kesatuan. Hal tersebut terjadi akibat penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia saat ini belum mencerminkan pemerintahan yang baik sebagaimana yang dituangkan dalam asas-asas pemerinthan yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar