Kamis, 03 Januari 2019

Evolusi Perkembangan Teori Organisasi


Evolusi Teori Organisasi
1.      Teori Organisasi Klasik
Teori organisasi mulai berkembang gpada awal abad ke 19 yang dikenal dengan teori organisasi klasik atau teori organisasi tradisional atau teori mesin. Dalam teori tersebut organisasi digambarkan sebagai sekelompok individu yang membentuk lembagaa dengan tiap-tiap organisasi memiliki spesialisasi dan sentralisasi dalam tugas dan wewenang.
                 Pengertian organisasi dalam teori klasik merupakan struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan, tujuan-tujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain apabila orang bekerja sama. Dalam teori ini organisasi digambarkan sebuah lembaga yang tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi serta memberikan petunjuk mekanistik struktural yang kaku tidak mengandung kreativitas.

1.1  Teori Organisasi Klasik I – Teori Birokrasi
Salah satu tokoh pengusung teori organisasi klasikadalah Max Weber (21 April 1864 – 14 Juni 1920). Seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog jerman. Dalam salah satu karyanya yang terkenal. The Pretestant Ethic and Spirit of Capitalism dan The Theory of Social and Economic Organization. Weber menjelaskan mengenai karakteristik birokrasi yang tersusun atas hal – hal berikut ini.
1. Pembagian Kerja
2. Hirarki wewenang
3. Program Rasional
4. Sistem Prosedur
5. Sistem aturan dan hak kewajiban
6. Hubungan antra pribadi yang bersifat impersonal
Teori organisasi birokrasi tersebut berkembang dalam ilmu sosiologi dengan menekankan pada aspek legal-rasional. (Legal dalam hal ini diartikan sebagai bentuk wewenang yang dirumuskan dengan jelas berkaitan dengan aturan prosedur dan peranan masing – masing elemen. dan rasional mengacu pada suatu tujuan yang jelas dan ditetapkan bersama).
1.2 Teori Organisasi Klasik II – Teori Administrasi
Beberapa tokoh pencetus teori administrasi adalah Henry Fayol (1841 -1925) dan Lyndall Unwick dari Erpa, serta James D. Mooney dan Allen Reily dari Amerika pada tahun 1841-1925 dan tahun 1916, seorang industrialis asal Perancis menulis sebuah buku berjudul “Admistration industrielle et Generale” yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris 1926 dan dipublikasikan di Amerika tahun 1940.
Dalam buku Administration industrielle et generale karya Henry Fayol (terbit 1916 menyebutkan bahwa semua kegiatan-kegiatan industrial dapat dibagi menjadi enam kelompok, yaitu :
1. Kegiatan Teknikal
2. Kegiatan  komersial
3. Kegiatan Financial
4. Kegiatan Keamanan
5. Kegiatan akuntansi dan
6. Kegiatan manajerial
Selain itu, Henry Fayol juga menyatakan bahwa terdapat 14 dasar yang menjadi kaidah perkembangan teori administrasi. Kaidah manajemen tersebut terdiri atas pembangian kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan perintah, kesatuan pengarahan, mendahulukan kepentingan umum, balas jasa, sentralisasi, rantai skalar, tata terbit, keadilan, kelangganggengan personalia, inisiatif dan semangat korps sedangkan kegiatan manajerial (Fayol’s Functionalism)terdiri atas:
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Pemberian perintah
d. Pengkoordinasian
e. Pengawasan
Sementara itu, James D. Mooney dan Allen Reily (1931) dengan menerbitkan sebuah buku “Onward Industry” berpendapat bahwa “koordinasi merupakan faktor terpenting dalam perencanaan organisasi”. Tiga prinsip yang harus diterapkan dalam sebuah organisasi adalah:
a. Prinsip Koordinasi
b. Prinsip Skalar dan Hirarkis
c. Prinsip Fungsional
1.3  Teori Organisasi Klasik III – Teori Manajemen Ilmiah
Salah satu tokoh pengusung Teori ini, FW Taylor yaitu pada tahun 1900 an yang memberi definisi teori manajemen ilmiah sebagai seperangkat mekanisme untuk meningkatkan efisiensi kerja atau dengan pernyataan lain yaitu “Penerapan metode ilmiah pada studi, analisa dan pemecahan masalah organisasi” atau “Seperangkat mekanisme untuk meningkatkan efesiensi kerja”. Berbeda dengan teori-teori sebelumnya, manajemen ilmiah lebih cenderung memusatkan teori organisasi pada aspek makro organisasi. Teori ini berkembang di Mesir, Cina, dan Romawi. FW Taylor menjelaskan bahwa organisasi memiliki empat kaidah, sebagai berikut :
- Metode – metode kerja dalma praktik mulai digantikan dengan berbagai metode yang dikembangkan atas dasar ilmu pengetahuan tentang kerja ilmiah yang benar - Agar memungkinkan para karaywan bekerja sebaik- baiknya sesuai dengan spesialisasinya, perusahaan harus rutin mengadakan seleksi, latihan-latiahna dan pengembangan para karyawan secara ilmiah
- Agar para karyawan memperoleh kesempatan untuk mencapai tingkat upah yang tinggi, sementara manajemen dapat menekan biaya produksi menjadi rendah, pengembangan ilmu tentang kerja serta seleksi, latihan dan pengembngangan serara ilmiah harus diintegrasikan
- Perlu dikembangkan semangat dan mental para karaywan melalui pendekatan antara karyawan dan manajer sebagai upaya untuk menimbulkan suasana kerjasama yang baik dan tercapainya manfaat manajemen ilmiah.
·         Fokus Perhatian Teori organisasi Klasik
o   Menekankan pada struktur formal.
o   Berorientasi pada pencapaian tujuan.
o   Aspak-aspak organisasi dipandang sebagai lat untuk mencapai tujuan.
o   Aspek tenag manusia dianggap sebagai mesin untuk mencapai target yang telah ditentukan organissi.
o   Prinsip-prinsip organisasi, prosedur dan metode kerja yang ketat harus diterapkan untuk mencapai tujuan organisasi.
o   Faktor-faktor lingkungan tidak menjadi perhatian atau tidak dipertimbangkan dalam menganalisis organisasi, karena dianggap tidak berpengaruh.
2. Teori Organisasi Neoklasik
Aliran Neoklasik disebut juga dengan “Teori Hubungan manusiawi”. Teori ini muncul akibat ketidakpuasan dengan teori klasik dan teori yang merupakan penyempurnaan teori klasik. Teori ini menekankan pada pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu ataupun kelompok kerja. muncul sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap teori organisasi klasik, ketiga teori organisasi yang tergabung dalam teori organisasi klasik tersbut dinilai sangat kaku dan mengabaikan hubungan manusiawi. Teori organisasi neoklasik memberi perhatian khusus pada aspek psikologis dan sosial pada diri anggota organisasi, baik sebagai individu maupun keloompok kerja.
Tokoh teori ini diawali oleh Elton Mayo (1927) yang memandang organisasi sebagai sesuatu yang terdiri dari tugas-tugas dari sisi manusia dibanding sisi mesin. Kemudian dilakukan percobaan yang menyangkut rancang ulang pekerjaan, perubahan panjangnya hari kerja dan waktu kerja dalam seminggu, pengenalan waktu istirahat, serta rencana upah individual dibandingkan dengan upah kelompok. Pada umumnya pendekatan tersebut dilakukan untuk menganalisis pengaruh kondisi fisik ruangan tempat kerja terhadap prestasi kerja. Prestasi kerja dipengaruhi oleh:
- Kondisi fisik ruangan
- Ikatan social
- Ikatan psikologis.
 Pada sejarahnya, munculnya teori neoklasik diawali dengan inspirasi percobaan yang dilakukan di Pabrik Howthorne tahun 1924 milik perusahaan Western Elektric di Cicero yang disponsori oleh Lembaga Riset Nasional Amerika. Percobaan yang dilakukan Elton Mayo seorang riset dari Western Electric menyimpulkan bahwa pentingnya memperhatikan insentif upah dan Kondisi kerja karyawan dipandang sebagai faktor penting peningkatan produktifitas.Dan juga disimpulkan bahwa norma sosial kelompok merupakan kunci penentu perilaku kerja seseorang.
Kemudian salah satu pencetus teori ini adalah Hugo Munsterberg (1862 – 1916) ditulis dalam bukunya yang berjudul Psychology and Industrial Effeciency  pada tahun 1913 dan dinilai sebagai rantai penghubung evolusi teori manajemen ilmiah menuju neoklasik. Inti dari pandangan Hugo adalah menekankan adanya perbedaan karekteristik individu dalam organisasi dan mengingatkan adannya pengaruh faktor social dan budaya terhadap organisasi.
Adapun focus perhatian teori Neo-kliasik adalah:
- Lebih menekankan pola-pola hubungan yang bersifat interpersonal atau informal dalam organisasi.
- Berorientasi pada unsure kemanusiaan
- Yang diutamakan tingkat kepuasan kerja manusia.
- Unsur-unsur kemanusiaan dianggap cukup penting dalam organisasi.
- Unsur manusia dianggap dapat membuat segala saesuatunya bergerak dan berubah secara dinamis dalam organisasi. (Ropik, 2014)
3. Teori Organisasi Modern
Teori organisasi klasik dan teori organisasi neoklasik ternyata dinilai belum memuaskan karena banyak kelemahan dan ketimpangan yang masih ditemukan sehingga mendorong munculnya teori organisasi modern pada 1950. Teori organisasi ini kemudian dikenal dengan nama ”analisis sistem” atau ”teori terbuka” yang memandang organisasi sebagai satu kesatuan dari berbagai unsur yang saling bergantung dan tidak dapat dipisahkan. Organisasi bukan sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil akan tetapi organisasi merupakan sistem terbuka yang berkaitan dengan lingkungan dan apabila ingin bertahan hidup maka ia harus bisa beradaptasi dengan lingkungan. Analisis dilakukan dengan cara menyatukan perbedaan-perbedaan pandangan pada teori organisasi klasik dan teori organisasi Neo-klasik dengan memandang bahwa bagaimanapun juga dalam organisasi diperlukan kedua pendekatan teori tersebut dan memendang organisasi sebagai sistem adaptif yang harus menyesuikann diri terhadap perubahan lingkungan.



Daftar Pustaka

Ropik, A. (2014). Konsep dan Teori Tentang Pengembangan Lingkungan Organisasi. Wardah : Jurnal Dakwah dan Kemasyarakatan , 15, 147-157.



Implementasi AAUPB dalam Pemerintahan Indonesia



            Kata “Asas” didalam AAUPB dimaksudkan sebagai “asas hukum” yang menjadi suatu dasar pembentukan kaidah hukum termasuk kaidah hukum pemerintahan. Pemerintah Indonesia mengamban dua fungsi utama yaitu fungsi memerintah dan fungsi  pelayanan. Oleh karena itu, diberlakukannya asas hukum di lapangan pemerintahan sangat urgen untuk membatasi kekuasaan pemerintahan agar sesuai dengan kewenangannya dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya, terlebih negara Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara kesejahteraan. Dalam kata lain, AAUPB berguna bagi pemerintahan karena pemerintah tidak hanya menjalankan undang-undang melainkan juga melakukan perbuatan-perbuatan lain yag belum diatur dengan jelas di dalam undang-undang.            AAUPB dapat berwujud norma hukum secara tertulis maupun norma etik yang tidak tertulis. AAUPB juga menjadi alat uji bagi hakim di peradilan ataupun menjadi dasar pengajuan gugatan bagi penggugat. Dalam arti lain, AAUPB tersebut menjadi arahan dan patokan pelaksanaan wewenang administrasi negara dalam menentukan batas-batas yang harus diperhatikan oleh pejabat tata usaha negara dalam bertindak. Oleh karena itu, AAUPB menjadi prinsip hukum yang bersifat mengikat.
            Di Indonesia, Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia walaupun telah memiliki sistem AAUPB sejak lama namun belum menggambarkan pemerintahan yang baik sepenuhnya. karena bagi pemerintahan eksekutif, apabila terjadi pergantian kekuasaan maka akan terjadi perubahan kebijakan sehingga pemerintahan Indonesia tidak konsisten dalam bertindak. Adapun dalam bidang yudikatif, rakyat pencuri semangka dapat dihukum lebih berat daripada hukuman seorang koruptor. AAUPB dalam tata usaha negara Indonesia telah diatur dalam pasal 3 undang-undang nomor 28 tahun 1999 yang memuat beberapa asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsional, asas profesional, dan asas akuntabilitas.
            Konsep AAUPB di Indonesia dapat dikatakan telah terimplementasi dalam penyelenggaraan negara, seperti halnya pembuatan peraturan perundang-undangan. Tetapi di sisi lain, AAUPB belum terwujud sepenuhnya, seperti halnya berikut.
            Asas kepastian hukum di dalam UU anti-KKN tahun 1999, UU Pemerintahan Daerah 2014, dan UU AP 2014 menyatakan sebagai asas negara hukum dengan mengutamakan landasan peraturan UU, kepatutan dan keadilan dalam kebijakan penyelenggaraan negara. Asas hukum di Indonesia secara tertulis dapat tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur dan bersifat mengikat seluruh warga negara Indonesia baik secara individu maupun institusi. Di dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia, Hak dan kewajiban serta diskresi pejabat diatur dan dijelaskan dalam undang-undang no 30 tahun 2014. Tetapi di sisi yang berbeda, Asas kepastian hukum belum terlaksana sepenuhnya. hal tersebut tercermin dari beberapa kasus dengan slogan “tumpul ke atas, lancip kebawah” artinya pemerintahan Indonesia belum memiliki konsep keadilan dalam yustisi, kasus yang disoroti media yaitu kasus pencuri sandal seharga 50 ribu rupiah yang dihukum selama 5 tahun sedangkan koruptor yang mencuri miliaran rupiah hanya hanya di hukum selama 4 tahun 6 bulan.
            Asas kepastian hukum tersebut sangatlah penting mengingat Indonesia adalah negara hukum maka apabila ada pihak atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan akibat sebuah keputusan oleh seseotang atau badan hukum perdata pada alat administrasi negara atau pejabat negara dapat mengajukan gugatannya melalui PTUN dengan berdasar pada AAUPB. Adapun kasus-kasus lain mengenai gugatan terhadap pelanggaran AAUPB yang kemudian diputuskan oleh hakim PTUN seperti sengketa antara PT Pertamina Training and Consulting (PTC) Jakarta  dengan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul dengan nomor register perkara 08/G/2014/PTUN.YK. Sengketa antara I Nyoman Tri Santoso SIP terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman dengan surat permohonan penggugat No. Eska-26.01.14/TUN. Dan Sengketa antara PT Neo Husada Sejahtera terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Sleman dengan objek sengketanya yaitu surat kepala dinas pekerjaan umum dan perumahan Kabupaten Sleman No. 640/1437/2015 tertanggal 6 Mei 2015 mengenai Opname Bangunan yang ditujukan kepada Direktur Reserse Kriminal Umum-Kasubdit II/HARDA Polda DIY di Yogyakarta. Dan sebagainya.
            Demikian pula dalam asas tertib penyelenggaraan negara. Asas tertib penyelenggaraan negara megharuskan setiap pelaksanaan pemerintahan/negara sesuai dan dikendalikan berdasar pada prinsip keteratura, keserasian dan keseimbangan. Asas tersebut menghandaki terciptanya keteraturan dan koordinasi gerak di berbagai pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Hal positif terlaksananya AAUPB di pemerintahan Indonesia yaitu dalam pelaksaanaan pemilu. Di dalam pemilu, pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat terlaksana melalui partai politik. Partai politik tersebut berfungsi untuk menyeleksi dan menjamin politik dan pejabat publik berintegritas melalui prosedur rekruitmen dan kaderisasi. Di dalam proses pemilu berpedoman pada AAUPB secara tertulis dituangkan dalam beberapa undang-undang, seperti pasal 6A ayat 2 yang menyatakan pasangan capres dan wapres diusulkan oleh parpol atau koalisi parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan dan juga pada pasal 22E Ayat 3 pemilu mengenai calon keanggotan DPR dan DPRD. Bahkan dalam pemilu, AAUPB tidak tertulis juga disertakan seperti keanggotaa yang transparan, bersih, akuntabilitas, meritokrasi, serta mengartikulasi dan mengagregasi kepentingan umum. Akan tetapi, asas tertib penyelenggaraan negara masih saja belum sepenuhnya terlaksana. Dalam implementasi politik dan pemilu sebagai salah satu unsur pemerintahan justru disalahgunakan bagi beberapa pihak yang memiliki kekuasaan, maka munculah istilah malpraktik politik seperti mekanisme internal justru dikuasai elite partai politik serta rekruitmen kadernya untuk jabatan-jabatan politik juga di dominasi oleh pihak dengan hubungan kekerabatan, bahkan rekruitmennya juga masih terkesan transaksional.
            Adapun keberadaan asas kepentingan umum masih tidak dapat dikatakan berjalan sepenuhnya karena keberadaan kepentingan kelompok dibalik pembangunan megaproyek pemerintah kerapkali terjadi sehingga mengenyampingkan asas kepentingan umum dalam bertindak untuk membuat sebuah keputusan atau kebijakan. Asas kepentingan umum dalam UU anti KKN 1999 dan UU Pemerintahan Daerah 2014 mengartikannya sebagai asas yang mengutamakan kesejahteraan umum secara aspiratif, akomodatif dan selektif sedangkan dalam UU Pelayanan Publik 2009 mengutarakan bahwa asas kepentingan umum adalah pemberian pelayanan tidak mengutamakan kepentingan individu dan atau golongan.
            Dalam implementasinya, asas kepentingan umum mengarahkan pemerintahan indonesia sebagai negara kesejahteraan. Akan tetapi, justru negara Indonesia saat ini belum sejahtera dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena lemahnya pengawasan birokrasi pemerintahan serta adanya kepentingan golongan di balik tindakan pembuatan keputusan di dalam lembaga-lembaga pemerintahan sehingga saratdengan penyalahgunaan wewenang, pungli, penyimpangan prosedur administrasi, konflik kepentingan, keberpihakan serta diskriminasi dalam pelayanan dan pemerintahan.
            Hal positif dari AAUPB mengenai asas kepentingan umum yaitu dengan dituangkannya secara tertulis ke dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Walaupun pelanggara terhadap asas tersebut pernah terjadi di era Soeharto dengan puncak tragedi Trisakti yang mengarah pada pelanggaran HAM berat, akan tetapi pada era reformasi AAUPB tersebut mulai ditegakkan kembali. Akan tetapi, bukan berarti di era tersebut Indonesia telah bersih dari pelanggaran sepenuhnya seperti halnya kasus-kasus diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam memperoleh sekolah dan jabatan pekerjaan harus menjadi perhatian pejabat-pejabat negara dalam mempertahankan asas kepentingan umum. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang Asas Pemerintahan 2014 yang mengatakan bahwa asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan serta kemanfaatan umum secara aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.
            Pemerintahan Indonesia sebagai negara hukum sekaligus negara kesejahteraan masih saja belum mampu menegakkan keadilan dan belum juga mampu mengatasi kemiskinan dan pengangguran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam negara kesatuan. Hal tersebut terjadi akibat penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia saat ini belum mencerminkan pemerintahan yang baik sebagaimana yang dituangkan dalam asas-asas pemerinthan yang baik.

KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL, TRANSFORMASIONAL DAN KEPEMIMPINAN KARISMATIK


KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL, TRANSFORMASIONAL DAN KEPEMIMPINAN KARISMATIK
Model Kepemimpian Transaksional
Burns (1978),  mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut.
Dimensi Perilaku Kepemimpinan Transaksial
contingent reward,
active management by exception,
passive management by exception.
Dimensi-Dimensi KT
}  Perilaku contingent reward terjadi apabila pimpinan menawarkan dan menyediakan sejumlah imbalan jika hasil kerja bawahan memenuhi kesepakatan.
}  Active management by exeption, jika pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu ditaati dan secara`ketat ia melakukan kontrol agar bawahan terhindar dari berbagai kesalahan, kegagalan dan melakukan intervensi dan koreksi untuk perbaikan.
}  passive management by exeption,  pemimpin hanya dapat melakukan intervensi dan koreksi apabila masalahnya makin memburuk  atau bertambah serius.
LEADER-MEMBER EXCHANGE (LMX)
}  Menurut Liden, Wayne & Stilwell yang dikutif Robbins (2003), dalam teori LMX si pemimpin secara implisit mengkategorikan bawahan itu sebagai seorang “dalam” atau “luar”.
}  Dalam teori kepemimpinan transaksional (transaction leadership) memotivasi pengikut dengan menunjuk  pada kepentingan diri sendiri.
MODEL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASONAL
Model kepemimpinan ini  digagas  Bernard M. Bass (1985), bertujuan  untuk mendorong extra effort para pengikut (followers), bawahan (subordinat) atau konstituennya untuk mencapai performansi yang diharapkan (expected performance) dan performansi yang melebihi dari apa yang diekspektasikan mereka.


DIMENSI-DIMENSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
·         Karismatik (charismatic),
·         Inspirasional (inspirational),
·         Konsiderasi individual dan
·         Stimulasi intelektual
KARISMATIK
a.Memperlihatkan visi, kemampuan dan keahliannya serta tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain (publik) daripada kepentingan pribadi.
b. Atribut tsb, dijadikan suri tauladan, idola dan model panutan oleh bawahannya yaitu idealized influence.
IDEALIZED INFLUENCE
}  Pemimpin berupaya mempengaruhi bawahannya melalui komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, komitmen dan keyakinan serta bertekad mencapai tujuan dengan mempertimbangkan akibat moral etik dari keputusan yang diambil.
}   Ia memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita dan keyakinannya serta menomersatukan kebutuhan bawahan sehingga berdampak menjadi dikagumi, dipercaya dan dihargai dan bawahan berusaha mengidentifikasikan diri dengannya.
}   Implikasinya bawahan termotivasi untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan bersama
INSPIRATIONAL MOTIVATION
} Inspirational motivation dilakukan dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan.
}  Cara ini diharapkan meningkatkan  semangat kelompok, antusiasme dan optimisme, sehingga harapan-harapan itu menjadi penting dan perlu direalisasikan melalui komitmen yang tinggi.
Pemimpin Terpercaya
}  Kemampuan seorang pemimpin mengkomunikasikan  harapan akan kinerja yang tinggi dan mengungkapkan keyakinan  follower dapat mencapai pengharapan itu,  menimbulkan kepercayaan, kekaguman, loyalitas dan rasa hormat bawahan  kepada pemiminnya.
}  Dalam perspektif komunikasi, kesuksesan kelompok kerja adalah saling percaya (Sudarwan, 2004).
INTELECTUAL STIMULATION
}  Pemimpin mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya.
}  Pengaruh positif dari cara ini adalah menimbulkan semangat belajar tinggi. Individualized consideration, dimana pimpinan memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya, seperti memperlakukan mereka sebagai pribadi yang utuh dan menghargai sikap peduli mereka terhadap organisasi.
}  Pengaruhnya adalah bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara`manusiawi oleh pimpinannya.
Karakteristik TL
}  Melalui karisma dan atau individualized, transformational leader menstimuli  extra effort  antar followers-nya dan membangkitkan  heingh effort para follower dengan menggunakan  intellectual stimulation  yang mereka miliki.
}  Ciri seorang pemimpin intellectual stimulation adalah memiliki kompetensi (general intellegence, cognitive creativity dan experience) dan orientasi  yang terarah (rational, empirical, existencial dan idealistic).
Perbedaan TL dan LMX
}  Teori kepemimpinan transaksional menjelaskan hubungan antara atasan dan bawahan berupa proses transaksi dan pertukaran (exchanges process) bersifat ekonomis. Sedang teori kepemimpinan transformasional menjelaskan hubungan antara atasan dan bawahan yang didasari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan asumsi-asumsi mengenai visi misi organisasi.
}  Teori kepemimpinan transaksional  mendasarkan diri pada pertimbangan ekonomis-rasional sedang teori kepemimpinan transformasional mendasarkan diri pada pertimbangan pemberdayaan potensi manusia.



Aplikasi
}  Kepercayaan adalah suatu harapan positif bahwa orang lain tidak akan-melalui kata-kata, tindakan atau keputusan bertindak secara oportunistik (Robbins, 2003).
}  Istilah secara oportunistik merujuk pada risiko dan kerentanan yang inheren dalam setiap hubungan kepercayaan.
}  Menurut Schindler & Thomas (dalam Robbins, 2003), terdapat lima dimensi kunci yang melandasi konsep tentang kepercayaan yaitu keterpaduan, kompetensi, konsistensi, loyalitas dan keterbukaan.
}   Keterpaduan (integritas) merujuk  pada kejujuran dan keadaan yang sebenarnya. Karena tanpa karakter moral dan kejujuran dasar, kepercayaan kehilangan maknanya.
}  Kepercayaan  merupakan atribut utama yang diasosiakan dengan kepemimpinan.
}  Implikasinya, bila followers mempercayai pejabat itu sebagai pemimpinnya, mereka bersedia berkorban bagi tindakan  sang pemimpin dan percaya bahwa hak dan kepentingannya tidak akan disalahgunakan.
}   Dengan demikian rasa hormat diberikan kepada pemimpin, karena integritas, kompetensinya, konsistensinya, loyalitasnya serta keterbukaannya.
}  Adanya pejabat terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi, merupakan bentuk pengingkaran kepercayaan yang diberikan oleh rakyat.
Emosi
Pemimpin karismatis atau transformasional menggunakan emosi sebagai katalis untuk mencapai hasil yang lebih baik dari yang diperkirakan


CEK BUKU TULIS!!!!!!!!!!!!!!



x

ISU KETIMPANGAN SEBAGAI FAKTOR PENDORONG DESENTRALISASI


ISU KETIMPANGAN SEBAGAI FAKTOR PENDORONG DESENTRALISASI
Sistem desentralisasi yang diterapkan sejak lahirnya era reformasi merupakan suatu bentuk penolakan terhadap  sistem sentralisasi yang dianggap telah gagal dalam berbagai pembangunan aspek kehidupan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut terjadi karena sistem sentralisasi yang berpegang teguh pada konsep pusat pertumbuhan justru mengabaikan aspirasi-aspirasi dan kepentingan masyarakat di daerah.
            Di Orde Baru,  pertumbuhan ekonomi yang terpusat mengakibatkan suatu proses sirkuler yang menguntungkan hanya bagi pemilik modal yang berada di pusat sedangkan mereka yang bukan pemilik modal yaitu masyarakat daerah menjadi semakin miskin, sehingga semakin memperlebar ketimpangan pembangunan di Indoensia.
            Pada masa berakhirnya Orde Baru, muncul pandangan untuk mweujudkan pembangunan kesejahteraan dan keadilan sosial pada masyarakat majemuk harus memperhatikan karakteristik di daerah masing-masing, karena setiap daerah memiliki sistem budaya, kepecayaan, kekayaan daerah dan unsur-unsur lokal yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu sistem pengaturan yang berbeda juga maka diberlakukanlah sistem desentralisasi yang menyerahakan kewenangan pusat kepada daerah untuk mengatur daerahnya sendiri sesuai aspirasi-aspirasi masyarakat lokal sesuai ketentuan peraturan Perundang-Undangan dalam kerangka NKRI. Konsep Desemntralisasi yang diberlakukan tersebut diharapkan mampu memperbaiki distribusi pendapatan warga negara Indonesia.
            Desentralisasi tersebut tidak lain diimplementasikan  terhadap empat isu utama, yaitu ketimpangan, span of control,isu anggaran, dan variasi antarkawasan. Isu ketimpangan terdiri atas ketimpangan antara pusat dan daerah, kota dan desa, jawa dan luar jawa, gender, dan pendidikan.


1.      Ketimpangan antara Pusat dan Daerah

1.1      Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan manusia merupakan indikator tingkat pembangunan dan kesejahteraan masyarkat dengan memperhatikan beberapa hal, seperti angka harapan hidup, dan kualitas pendidikan-kesehatan dengan penghitungan melaui perbandingan dari angka harapan hidup, pendidikan dan standar hidup yang layak.
Penulis mengambil sampel ketimpangan antara pusat dan daerah dari provinsi DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan Republik Indonesia, Jawa Timur sebagai pembangunan daerah yang berlokasi dekat dengan Jakarta, dan Papua sebagai provinsi dengan indeks pembangunan terendah nasional.
IPM terendah nasional yaitu Provinsi Papua pada era Orde Baru sebesar 60.2 tumbuh menjadi 66.25 di era Reformasi. Apabila dibandingkan dengan IPM pusat, ketimpangan Papua dan Pusat di era desentralisasi mengalami perkembangan baik, dari orde baru yang selisihnya 15.9 menjadi 12.34 di era reformasi desentralisasi. Perbandingan antara Papua dengan Indeks Terendah, Jawa Timur dengan indeks IPM menengah dan Jakarta dengan Indeks IPM tertinggi nasional sebagai berikut.

1.1.1        Ketimpangan Indeks Pembangunan Manusia di Orde Baru

(BPS, Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi, 2015)
Dari data tersebut, IPM Provinsi Papua selisih 7,5 dari IPM nasional. Sedangkan apabila dibandingkan dengan IPM Provinsi Jakarta selisih 15.9.
1.1.2    Ketimpangan Indeks Pembangunan Manusia di Era Reformasi dan Desentralisasi

(BPS, Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi, 2015)
Dari data tersebut, IPM Provinsi Papua selisih 7,56 dari IPM nasional. Sedangkan apabila dibandingkan dengan IPM Provinsi Jakarta selisih 12,34..
Indeks Pembangunan Manusia atau IPM tersebut dihitung menggunakan beberapa variabel yaitu angka kesehatan, pendidikan dan ekonomi atau standar hidup layak.

(Statistik, Ketimpangan di Papua Turun Dalam Dua Tahun Terakhir, 2018)
Bahkan pada bulan Maret tahun 2018, ketimpangan di Papua mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir walaupun angka kemiskinan di Papua sendiri mengalami peningkatan. Papua masih berada di posisi sebagai provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia yang mencapai 27,74% dari jumlah populasi, namun angka ktimpangan atatu gini ratio mengalami penurunan sebesar  0,013 poin menjadi 0,384 dari skala 0-1 Angka ketimpangan Papua sedikit di bawah Angka ketimpangan nasional yang mencapai 0,389. Sementara ketimpangan tertinggi jutru berada di Pulau Jawa yaitu Provinsi Yogyakarta dengan Gini ratio sebesar 0,441.

(Statistik, Ketimpangan Hidup di DKI Jakarta di atas Rata-rata Nasional, 2018)
 Provinsi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Republik Indonesia yang memiliki tingkat ketimpangan hidup di atas rata-rata nasional. Nilai gini rasio Ibukota Indonesia pada Maret 2017 sebesar 0,41. Angka ini terus meningkat secara konsisten sejak 2007. Gini rasio berada dalam rentang nilai 0 hingga 1, apabila semakin mendekati 1, artinya ketimpangannya semakin besar. Sedangkan nilai 0 menunjukkan ada pemerataan. Gini rasio Provinsi DKI Jakarta ini terbilang tinggi melampaui rata-rata nasional sebesar 0,393. Artinya apabila DKI Jakarta dan Papua mulai menuju titik temu berarti mulai ada pemerataan antara ptovinsi pusat dan daerah..
Adapun dalam provinsi ketimpangan tertinggi terjadi bukan hanya di Pusat Ibukota Jakarta. Melainkan di provinsi daerah lainnya dengan data statistik 10 provinsi dengan gini ratio atau ketimpangan tertinggi seperti gambar berikut.


 

1.2   Kebijakan dan Program Pemerintah Menghadapi Ketimpangan Pusat-Daerah
Pemerataan dilakukan dengan menyebar proyek infrastruktur strategis nasional di luar Jakarta dan Pulau Jawa. Selain untuk meningkatkan konektivitas, terutama di daerah perbatasan yang tertinggal, juga memacu perekonomian di daerah. Terkait ketimpangan di Indonesia, dalam data Kantor Staf Presiden, per semester I-2017 Indeks Gini Indonesia sebesar 0,39. Meski mengalami penurunan, tingkat ketimpangan tersebut masih jauh dari target pemerintah. Sejumlah indikator pemerataan tersebut yaitu anggaran infrastuktur melonjak 118% dubandingkan 2014, ratio gini turun 3,2%, kemiskinan berkurang 5,4%, pengangguran berkurang 6,5%. Penyebaran proyek strategis nasional tersebut berada di Sumatera 161 proyek, jawa 193 proyek, Bali dan Nusa Tenggara 115 proyek, Kalimantan 124 proyek, Sulawesi 127 Proyek, Maluku dan Papua 113 Proyek. Dengan demikian, pembagunan infrastruktur sebenarnya masih terpusat di Jawa.
2.      Ketimpangan antara Kota dan Desa
Ketimpangan antara kota dan desa terjadi akibat kurangnya pembangunan infrasruktur di daerah pedesaan yang mengakibatkan lahan produksi hanya sebatas sektor pertanian dan perikanan sedangkan permintaan lahan pekerjaan yang tidak terpenuhi di pedesaan mendorong terjadinya urbanisasi penduduk ke daerah perkotaan. Hal tersebut mendorong terpusatnya pembangunan infrastruktur secara masif di daerah perkotaan saja sehingga pembangunan desa terabaikan dan munculah masyarakat miskin di daerah pedesaan akibat kurangnya lahan pekerjaan yang layak.
2.1      Jumlah Penduduk Miskin antara Kota dan Desa
2.1.1 Jumlah Kemiskinan Desa-Kota di Era Orde Baru
Berikut grafik ketimpangan kemiskinan antara kota dan Desa di Indonesia.

(BPS, Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan, 2017)
·         Program Kebijakan Pemerintah Orde Baru
Di era sentralisasi Orde Baru, pengentasan ketimpangan kemiskinan antara desa-kota sebenarnya merupakan program pembangunan pemerintah pada saat itu, seperti program infrastruktur listrik masuk desa dan program dana desa sehingga ketimpangan tersebut dapat diminimalisasi dari tahun ke tahun.
            2.1.2 Jumlah Kemiskinan pada Era Reformasi
Berikut grafik indeks ketimpangan kemiskinan antara kota dan Desa di Indonesia setelah era reformasi dan desentralisasi.

(BPS, Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan, 2017)
·         Program Kebijakan Pemerintah Reformasi-Desentralisasi
Adapun di era desentralisasi, ketimpangan antara desa dan kota juga dapat dikurangi dari tahun ke tahun guna pemerataan ekonomi dalam mensejahterakan masyarakat. di era reformasi kebijakan untuk desa seperti reforma agraria, BUMDes, Embung Prukades dan juga koperasi desa untuk pemberdayaan masyarakat sekitarnya



3.      Ketimpangan antara Jawa dan Luar Jawa
3.1      Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa pada era sentralisasi menimbulkan berbagai gerakan separatisme di beberapa daerah, seperti OPM di Papua dan GAM di DI Aceh. Hal tersebut terjadi akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan di daerah menimbulkan ketidakseimbangan antara eksploitasi pemerintah dari daerah yang tinggi terhadap pembangunan dari pemerintah untuk daerah luar jawa yang minim. Hal tersebut terjadi karena pemilik modal berada terpusat di pulau jawa sedangkan masyarkat luar daerah hanya menjadi pegawai perusahaan daerah yang dieksploitasi kekayaan sumber daya alam daerahnya. Sehingga muncul ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat yang mendorong timbulnya konsep desentralisasi di pemerintahan Indonesia.
Berikut perbandingan data pendapatan daerah di provinsi-provinsi di pulau jawa, yaitu Banten, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat. Sedangkan pendapatan provinsi luar jawa diwakilkan oleh Provinsi terluar di Indonesia yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat.

(BPS, Rekapitulasi Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi (juta rupiah) 2006 - 2016, 2017)
            Pada tahun 2016, walaupun konsep desentralisasi telah dberlakukan selama bertahun-tahun, akan tetapi penerimaan terbesar APBD dari pembangunan di daerah masih berada di Provinsi Jakarta yang berasal dari komersil dan industri walaupun sebenarnya minim sumber daya alam apabila dibandingkan Papua. Akan tetapi, Pendapatan Papua berada di atas dari Provinsi Yogyakarta dan Banten sedangkan Papua Barat masih berada di posisi terbawah.
            Keuntungan dari desentralisasi juga berada di tangan Provinsi Aceh yang melampaui pendapatan Provinsi yang ada di pulau Jawa yaitu Provinsi Banten dan DI Yogyakarta.
4.      Ketimpangan Gender
Ketimpangan gender adalah keadaan dimana perempuan dan laki-laki tidak memiliki status dan kondisi yang sama untuk merealisasikan hak asasinya secara penuh untuk dapat berpotensi menyumbangkan dirinya dalam kegiatan pembangunan negara. Adapun ketimpangan gender disebabkan oleh beberapa hal seperti kebudayaan patrilineal maupun pengalaman dan pendidikan suatu individu tertentu.
4.1  Rasio Jumlah Penduduk Nasional
Berdasar pada proyeksi Bappenas 2013, jumlah penduduk Indonesia pada 2018 mencapai 265 juta jiwa dengan komposisi penduduk 133,17 juta laki-laki dan 131,88 juta jiwa perempuan. Data lain menyebutkan, jumlah kelahiran pada tahun tersebut mencapai 4,81 juta jiwa sedangkan kematian mencapai 1,72 juta jiwa. Tidak hanya itu, rasio angka ketergantungan sebesar 47,9%.

(Bappenas, 2018)
Partisipasi wanita dalam pemerintahan dapat dilihat dari rasio keanggotaan parlemen Dewan Perwakilan Rakyat dan kelembagaan pemerintahaan yang lainnya. Di era sentralisasi, partisipasi perempuan dalam parlemen DPR RI tertinggi pada tahun 1997 dengan jumlah 62 orang kemudian berkembang menjadi jumlah tertinggi era desentralisasi reformasi yaitu pada tahun  2009 dengan jumlah 100 orang anggota.
Artinya perbandingan antara partisipasi wanita dalam perlemen di era orde baru secara rata-rata lebih rendah dibandingkan era desentralisasi. Isu ketimpangan gender seakan mulai teratasi secara perlahan dari tahun ke tahun.
4.2      Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI Berdasarkan Gender
4.2.1        Anggota DPR RI era Orde Baru

(BPS, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Menurut Jenis Kelamin, 2017)
   Jumlah partisipasi tertinggi wanita terjadi pada tahun 1997 dengan 62 orang anggota wanita.
4.2.2        Anggota DPR RI era Reformasi

(BPS, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Menurut Jenis Kelamin, 2017)
Jumlah partisipasi wanita terbanyak terjadi pada era pemerintahan SBY tahun 2009 dengan jumlah 100 orang anggota wanita. Walaupun demikian, partisipasi wanita pada DPR tahun 2014 menurun. Akan tetapi, jumlah partisipasi wanita pada kabinet tersebut cenderung meningkat.
·         Kebijakan bagi Ketimpangan Gender
Ketimpangan gender terjadi karena faktor sosiologis termasuk budaya, oleh karena itu budaya organisasi pemerintahan menerapkan kewajiban dan posisi istimewa bagi gender wanita untuk berpartisipasi lebih melalui affirmative gender dalam perpolitikan Indonesia, gender mainstreaming, partisipasi dalm perencanaan dan pembangunan serta menjadi pengelola simpan pinjam.
5.      Ketimpangan Pendidikan
Pendidikan merupakan indikator penting yang berperan dalam pembangunan sebagai investasi untuk meningkatkan sumber daya manusia, memperkuat modal fisik, dan kemampuan menyesuaikan kemampuan teknik dalam pembangunan.
Pada era sentralisasi pemerintah telah mencangkan program Repelita yang mewajibkan wajib belajar 6 tahun yang telah berhasil meningkatkan partisipasi anak usia sekolah dalam pendidikan dasar. Kemudian berkembang menjadi kebijakan yang mewajibkan wajib belajar 9 tahun dan dalam jangka waktu sekitar 10 tahun hapir semua penduduk usia 7 -15 tahun mengikuti pendidikan dasar.
Adapun yang dimaksud ketimpangan pendidikan di sini adalah suatu wilayah dengan jumlah penduduk yang lebih banyak namun memiliki layanan pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan wilayah yang penduduknya lebih sedikit. Atau suatu wilayah belum mendapatkan fasilitas layanan pendidikan dibandingkan dengan wilayah yang lainnya.
5.1   Jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia berdasarkan Provinsi Tahun 2014/2015

Provinsi
Negeri
Swasta
Aceh
7
107
Sumut
3
266
Sumbar
5
100
Riau
2
75
Jambi
1
38
Sumsel
2
106
Bengkulu
1
16
lampung
3
78
Kep. Bangka
2
15
Kep Riau
2
30
Jakarta
5
315
JaBar
12
381
JaTeng
9
248
Yogyakart
4
106
Jawa Timur
17
329
Banten
1
109
Bali
4
57
NTB
1
53
NTT
4
50
Kalbar
4
43
Kalteng
1
22
Kalsel
3
46
Kaltim
6
54
Kalut
 -
-
Sulut
4
49
Sulteng
1
34
Sulsel
4
206
Sul Tenggara
2
37
Gorontalo
1
13
Sulbar
1
17
Maluku
3
26
Maluku Utara
1
16
Papua Barat
2
22
Papua
3
40


(BPS, Jumlah Perguruan Tinggi, Mahasiswa, dan Tenaga Edukatif (Negeri dan Swasta) di Bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Provinsi tahun ajaran 2013/2014-2014/2015, 2017)
Kemajuan di era desentralisasi dapat diamati melalui pertumbuhan layanan pendidikan di tingkat tertinggi, yaitu tingkat perguruan tinggi atau universtas baik yang berstatus negeri maupun swasta. Karena apabila terdapat utingkat universitas di suatu daerah, maka dapat menjadi indikator bahwa tersedianya layanan pendidikan di tingkat dasar, menengah pertama hingga menegah akhir. Adapun di era reformasi desentralisasi ini, ketimpangan terjadi bagi provinsi Kalimantan Utara yang belum menyediakan pendidikan hingga ke tingkat universitas sedangkan Jawa Timur menyediakan jumlah universitas hingga berjumlah 406 perguruan tinggi. Akan tetapi, di era desentralisasi ini dalam pemerataan pendidikan, hampir di seluruh provinsi di Indonesia telah menyediakan pelayanan pendidikan hingga ke jenjang universitas.
5.2   Jumlah Mahasiswa di Indonesia berdasarkan Provinsi Tahun 2014/2015
Adapun apabila tersedia lulusan perguruan tinggi di setiap provinsi di Indonesia, maka diharapkan masyarakat lokal di daerah tersebut dapat membangun daerahnya dengan segenap pengetahuan dan pemahaman manajemen sumber daya lokal untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan. Adapun jumlah keberadaan mahasiswa di setiap provinsi di Indonesia sebagai berikut.
Provinsi
Negeri
Swasta

Aceh
 55 658
 76 997
Sumut
 81 554
 329 503
Sumbar
 66 382
 97 611
Riau
 36 032
 85 612
Jambi
 19 195
 38 543
Sumsel
 43 500
 125 525
Bengkulu
 18 312
 25 575
lampung
 26 240
 85 238
Kep. Bangka
 3 838
 6 632
Kep Riau
 10 009
 29 170
Jakarta
 485 699
 475 113
JaBar
 183 165
 528 296
JaTeng
 141 632
 335 170
Yogyakart
 118 817
 232 476
Jawa Timur
 235 100
 512 852
Banten
 16 140
 153 690
Bali
 37 966
 58 761
NTB
 12 600
 73 588
NTT
 22 218
 48 123
Kalbar
 32 699
 48 880
Kalteng
 11 535
 16 139
Kalsel
 17 957
 57 363
Kaltim
 43 755
 56 265
Kalut


Sulut
 45 657
 19 342
Sulteng
 25 885
 41 814
Sulsel
 58 607
 228 849
Sul Tenggara
 26 912
 38 689
Gorontalo
 13 949
 16 644
Sulbar
 1 522
 12 017
Maluku
 13 995
 15 516
Maluku Utara
 10 641
 24 295
Papua Barat
 6 159
 20 954
Papua
 34 781
 23 066

Dari data tersebut, jumlah mahasiswa di Sulawesi Barat menjadi yang terendah dari provinsi-provinsi di Indonesia, sedangkan jumlah tertinggi masih berada di Provinsi DKI Jakarta. Artinya, ketimpangan pendidikan antara pusat dan daerah masih terjadi.

6.         Kesimpulan
Era sentralisasi Orde Baru walaupun memiliki beberapa program khusus yang dijadikan sebuah kebijakan dalam mengatasi ketimpangan nyatanya tetap saja terjadi ketimpangan yamg sangat tinggi antara pusat dan luar pusat, termasuk luar jawa dari segi bidang sosial-budaya, politik pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Oleh karena itu, timbul berbagai gerakan separatisme diberbagai daerah di Indonesia.
Namun demikian, di era desentralisasi reformasi ini. Ketimpangan masih saja terjadi, baik ketimpangan pusat-daerah, Jawa dan luar Jawa, Desa dan Kota, gender serta pendidikan. Walaupun ketimpangan terjadi saat ini lebih rendah dibandingkan pada masa sentralisasi orde baru. Akan tetapi, pemerintah Indonesia tetap melakukan berbagai upaya untuk mengatasi ketimpangan yang masih terjadi di Indonesia agar terjadi pemerataan yang adil dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan juga seluruh cita-cita bangsa Indonesia.


Daftar Pustaka


Bappenas. (2018, Mei 18). 2018, Jumlah Penduduk Indonesia Mencapai 265 Juta Jiwa. Dipetik 12 15, 2018, dari katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/05/18/2018-jumlah-penduduk-indonesia-mencapai-265-juta-jiwa
BPS. (2017, Novermber 20). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Menurut Jenis Kelamin. Dipetik Desember 05, 2017, dari Badan Pusat Statistik: https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/12/1172/anggota-dewan-perwakilan-rakyat-dpr-menurut-jenis-kelamin-1955-2014.html
BPS. (2015, September 19). Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi. Dipetik Desember 5, 2018, dari Badan Pusat Statistik: https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/19/909/indeks-pembangunan-manusia-menurut-provinsi-1996-2013.html
BPS. (2017, September 05). Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan. Dipetik Desember 05, 2018, dari Badan Pusat Statistik: https://www.bps.go.id/statictable/2014/01/30/1494/jumlah-penduduk-miskin-persentase-penduduk-miskin-dan-garis-kemiskinan-1970-2017.html
BPS. (2017, Maret 03). Jumlah Perguruan Tinggi, Mahasiswa, dan Tenaga Edukatif (Negeri dan Swasta) di Bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Provinsi tahun ajaran 2013/2014-2014/2015. Dipetik Desember 05, 2018, dari Badan Pusat Statistik: https://www.bps.go.id/statictable/2015/09/14/1839/jumlah-perguruan-tinggi-mahasiswa-dan-tenaga-edukatif-negeri-dan-swasta-di-bawah-kementrian-pendidikan-dan-kebudayaan-menurut-provinsi-2013-2014-2014-2015.html
BPS. (2017, November 20). Rekapitulasi Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi (juta rupiah) 2006 - 2016. Dipetik Desember 05, 2018, dari Badan Pusat Statistik: https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/12/1181/rekapitulasi-realisasi-penerimaan-dan-pengeluaran-pemerintah-daerah-provinsi-juta-rupiah-2006-2016.html
Statistik, B. P. (2018, Juli 18). Inilah 10 Provinsi dengan Ketimpangan Tertinggi. Dipetik Desember 15, 2018, dari katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/07/18/inilah-10-provinsi-dengan-ketimpangan-tertinggi
Statistik, B. P. (2018, Juli 26). Ketimpangan di Papua Turun Dalam Dua Tahun Terakhir. Dipetik December 2018, 2018, dari databoks.katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/07/26/ketimpangan-di-papua-turun-dalam-dua-tahun-terakhir
Statistik, B. P. (2018, Juli 5). Ketimpangan Hidup di DKI Jakarta di atas Rata-rata Nasional. Dipetik Desember 15, 2018, dari katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/07/05/ketimpangan-di-dki-jakarta-di-atas-rata-rata-nasional