Analisis
Kewenangan Daerah terhadap Taman Kota
(Studi Kasus : Tindakan
Walikota Surabaya terhadap Perusakan Taman Bungkul)
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi syarat
ujian tengah semester Etika Administrasi
Dosen Pengampu
Dr. Selfi Budi
Helpiastuti, S.Sos., M.Si.
Drs. Boedijono, M.Si.
Dina
Suryawati, S.Sos., M.AP.
Oleh
Rinaldy Ananda Agung Pratama
NIM 170910201028
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI
NEGARA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah in dengan baik. Makalah ini membahas
tentang “Analisis Kewenangan Daerah terhadap Taman Kota”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Etika Administrasi
Kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu
yang telah memberikan pengetahuan serta bimbingan teknis dalam menyelesaikan
makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan bantuan
berupa arahan dan masukan untuk makalah ini.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi lebih
sempurnanya makalah ini di waktu yang akan datang. Demikian yang dapat kami
sampaikan, sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kata yang kurang
berkenan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Jember, 19
April 2019
Penulis
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.. i
DAFTAR ISI. ii
BAB I. 1
PENDAHULUAN.. 1
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Rumusan Masalah. 2
1.3 Tujuan. 2
BAB II. 3
PEMBAHASAN.. 3
2.1 Kekuasaan,
Wewenang, dan Otoritas Wali Kota. 3
2.1.1 Konsep
Kekuasaan. 3
2.1.2 Konsep
Wewenang. 4
2.1.3 Konsep
Otoritas. 5
2.2 Etika
Kepemimpinan. 7
2.2.1
Pengertian Etika. 7
2.2.2 Etika
Pemerintahan. 7
2.2.3 Ciri-Ciri
Kepemimpinan Aparatur yang Ideal 8
BAB III. 10
PENUTUP.. 10
3.1 Kesimpulan. 10
DAFTAR PUSTAKA.. 12
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik tidak terlepas dari sebuah sistem dan kerangka
berpikirnya masing-masing dalam melakukan aktivitas pencapaian tujuan
organisasi. Pelayanan publik apabila dilihat dalam perspektif governance maka dapat diselenggarakan
tidak hanya oleh unsur pemerintah, melainkan juga melibatkan pihak swasta dan
masyarakat.
Acara bagi-bagi es krim gratis di Taman Bungkul
Surabaya membuat Walikota Surabaya marah karena taman menjadi rusak parah (Kurniawan, 2014). Pihak panitia tidak
memiliki izin dan menuntut pihak panitia penyelenggara tersebut secara hukum.
Namun, panitia mengaku telah mendapatkan izin dari Pemkot, Polrestabes dan
dinas terkait, serta akan mengganti rugi kerusakan taman.
Dalam konteks birokrasi, seorang walikota memiliki
suatu kekuasaan, wewenang dan otoritas. Kekuasaan walikota ditujukan kepada
sub-bagian dibawahnya dan juga masyarakat melalui Perda yang dirancang bersama
DPRD kota. Kemampuan tersebut diberikan melalui wewenang. Dalam pembagian
wewenang antara pusat dan daerah, kabupaten dan kota memiliki beberapa wewenang
dalam menjalankan penyelenggaraan desentralisasi, termasuk dalam pengelolaan Taman
Bungkul bagi Walikota Surabaya. Namun walikota Surabaya belum memiliki otoritas
penuh. Taman Bungkul yang dibangun bersama masyarakat, nyatanya dirusak oleh
masyarakat itu sendiri.
Dalam etika kepemimpinan terutama pengembangan
budaya aparatur telah diatur oleh pemerintah pusat maupun dari organisasi
satuan
kerja itu sendiri. Oleh karena itu, perlunya mengkaji tindakan emosional
Walikota Surabaya terhadap kekuasaan, wewenang dan etika kepemimpinan
berdasarkan pada beberapa pendapat ahli dan peraturan yang berlaku di
Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa kekuasaan yang
dimiliki Walikota Surabaya dalam mengelola Taman Bungkul?
2.
Mengapa walikota
turut serta dalam pengelolaan taman kota ?
3.
Bagaimana peristiwa
perusakan Taman Bungkul dari perspektif etika kepemimpinan?
4.
Bagaimana ciri-ciri
kepemimpinan yang ideal?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah untuk memahami sebuah
kekuasaan, kewenangan, dan otoritas.
Serta kepemimpinan dan etika kepemimpinan berdasarkan peraturan yang berlaku di
Indonesia.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kekuasaan, Wewenang, dan Otoritas Wali
Kota
2.1.1 Konsep Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang
atau kelompok untuk mempengaruhi perilaku dan tingkah laku orang lain dalam
rangka pencapaian tujuan. Namun, beberapa ahli mengemukakah pendapat yang
beragam. Pendapat tersebut antara lain sebagai berikut.
Kekuasaan adalah kemampuan dalam suatu hubungan sosial
untuk melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apapun
dasar kemampuan ini.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok
manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain agar
sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang memiliki kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah
laku orang lain baik secara langsung melalui perintah maupun tidak langsung
dengan menggunakan segala alat dan acara yang tersedia. (Zakky, 2018)
Kesimpulannya
bahwa kekuasaan merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
mengarahkan perilaku orang lain.
Dalam
pemerintahan daerah kota, seorang walikota memiliki kemampuan melalui kekuasaan
untuk mengarahkan sub-bagian lainnya dalam struktur organisasi pemerintahan
kota yang berada di bawahnya seperti
sekretariat daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan
juga kelurahan dalam pencapaian tujuan pemerintahan. Oleh karena itu,
pengelolaan taman kota merupakan bentuk kekuasaan yang dimiliki seorang
walikota melalui instansi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.
Walikota bersama dengan DPRD Kota Surabaya memiliki
kekuasaan untuk mengatur masyarakatnya dalam bentuk Perda Kota Surabaya No. 7
Tahun 2002 tentang pengelolaan ruang terbuka hijau dengan menimbang bahwa
tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah daerah dan masyarakat, selain itu juga mengatur
instansi dan pihak lain yang terkait di bawahnya dalam pengelolaan taman kota.
2.1.2 Konsep
Wewenang
Wewenang merupakan hak-hak yang dimiliki oleh individu maupun
badan hukum untuk dapat memerintah atau mempengaruhi pihak tertentu agar
berbuat sesuatu.
Beberapa ahli mengemukakan beberapa pendapat, antara lain
sebagai berikut.
- ·
Louis A. Allen,
wewenang adalah jumlah kekuasaan dan hak yang didelegasikan pada suatu jabatan.
- ·
Harold Koontz dan
Cyril O’Donnel, wewenang merupakan suatu hak untuk memerintah atau bertindak.
- ·
G. R. Terry,
wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain
agar bertindak dan taat terhadap penguasa.
- ·
R. C. Davis,
wewenang adalah hak yang memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan suatu tugas
dan kewajiban.
Maka kesimpulannya bahwa wewenang adalah suatu hak yang
dimiliki untuk dapat mengarahkan orang atau pihak lain dalam pencapaian tujuan.
Pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah
(provinsi dan kabupaten/kota) diatur dalam UU No, 32 Tahun 2004. Pemerintah
daerah provinsi dan kabupaten/kota memiliki urusan wajib dan urusan pilihan.
Adapun beberapa urusan tersebut yaitu lingkungan hidup, penataan ruang,
perencanaan pembangunan, pertanahan, dan kehutanan dalam urusan pilihan.
Sehingga pemerintahan kota yang dikepalai oleh seorang walikota memiliki
wewenang dalam pengelolaan pembangunan dan tata ruang terutama RTH (Ruang
Terbuka Hijau) dan juga lingkungan hidup. Maka apabila seorang walikota
bertindak terhadap proses pengelolaan dan pemeliharaan taman kota dapat
dikatakan bahwa relevan terhadap wewenang yang dimilikinya.
2.1.3 Konsep Otoritas
Otoritas memiliki
arti yang hampir sama dengan kekuasaan, tetapi memiliki arti yang berbeda. Menurut
Johnson (1988) otoritas merupakan kemungkinan seseorang akan ditaati berdasar
pada suatu kepercayaan akan legitimasi haknya untuk mempengaruhi. Sedangkan
kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain sehingga
individu yang memiliki otoritas pasti memiliki kekuasaan, namun kekuasaan belum
tentu memiliki otoritas. (Nurhidayah, 2017).
Pengelompokan tipe otoritas Max Weber didasarkan pada
penerimaan individu terhadap peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh
pemerintahan yang sedang berjalan. Adapun Max Weber mengelompokkan menjadi tiga
dasar legitimasi dalam hubungan otoritas yaitu :
- Otoritas
Tradisional, yaitu berdasarkan pada kepercayaan terhadap kekhususan
tradisi-tradisi lama dengan legitimasi status yang menggunakan otoritas yang
dimiliki seorang pemimpin dan dihormati secara turun-temurun walaupun aturan
yang dibuat oleh pemimpin tidak sesuai dengan keinginan dan harapan
pengikutnya.
- Otoritas
Karismatik, yaitu berdasarkan kewibawaan dan kemampuan seorang pemimpin.
Karismatik merujuk pada daya tarik pribadi yang ada pada seorang pemimpin
sehingga menginspirasi dan memotivasi para pengikutnya dan timbal baliknya
pemimpin disegani dan dipatuhi sebagai panutan
- Otoritas Legal
Rasional, yaitu seseorang memiliki posisi sosial atau kekuasaan berdasar pada
peraturan yang sah dan diakui oleh organisasi birokrasi.
Di Indonesia, seorang walikota
bersama wakil walikota dipilih melalui Pilkada sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang RI No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun
2015 mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Adapun
Proses seleksinya dilakukan melalui prosedur rekrutmen partai politik dan
prosedur pengajuan partai politik dalam Pilkada.
Secara Umum, Indonesia sebagai
negara hukum memiliki sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagaimana yang diatur dalam UU No, 12 Tahun 2011 yaitu UUD 1945,
Tap Mpr,UU/Perpu, PP, Perpres, dan Perda. Adapun selain melalui peraturan,
pemerintahan juga dapat mengeluarkan keputusan terhadap pihak-pihak tertuju
dalam menggunakan kekuasaan dan wewenangnya. Sehingga otoritas yang berlaku di
Indonesia adalah otoritas legal rasional.
Namun demikian, apabila
dikaitkan dengan otoritas sebagai kemungkinan untuk ditaati maka dengan
menggunakan beberapa teori mengenai kekuasaan (kemampuan) dan wewenang (hak) dalam
mengarahkan orang lain yaitu kepada masyarakat, Pemerintah walikota Surabaya
belum memiliki otoritas penuh karena masih saja terjadi penyimpangan untuk
tidak ditaati. Namun, ada beberapa hal yang mengakibatkan individu maupun
kelompok tersebut tidak taat terhadap pemerintah yaitu :
- Faktor dari dalam,
yaitu tingkat kecerdasan dan keterbatasan pengetahuan, serta usia pelaku.
- Faktor dari luar, yaitu
lingkungan kehidupan sosial pelaku, pendidikan dan pergaulan dari pelaku itu
sendiri.
2.2 Etika Kepemimpinan
2.2.1 Pengertian Etika
Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukan
kesanggupan individu untuk mentaati ketentuan dan norma yang berlaku di dalam
suatu kelompok masyarakat maupun organisasi.
2.2.2 Etika
Pemerintahan
Tujuh belas nilai dasar budaya kerja berdasarkan Kepmen
PAN No. 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur
Negara, dalam Jurnal Pemerintahan Daerah karya Komarudin Zudan memuat beberapa
nilai yaitu : Komitmen dan konsisten terhadap visi, misi, dan tujuan
organisasi, wewenang dan tanggung jawab yang amanah, keikhlasan dan kejujuran,
integritas dan profesionalisme, kreativitas dan kepekaan, kepemimpinan dan
keteladanan, kebersamaan dan dinamika kelompok kerja, ketepatan dan kecepatan
mengenai sasaran,rasionalitas dan kecerdasan emosi, keteguhan dan ketegasan,
disiplin dan keteraturan bekerja, keberanian dan kearifan mengambil keputusan,
dedikasi dan loyalitas, semangat dan motivasi, ketekunan dan kesabaran,
keadilan dan keterbukaan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Labolo, 2016)
Dari beberapa poin diatas, apabila dikaitkan dengan tindakan
walikota Surabaya yang memarahi seorang agen dari pihak yang dianggap bersalah
secara langsung di lapangan maka diperlukan pengembangan kecerdasan emosi dalam
rangka mempertahankan kewibawaan seorang pemimpinan karena Indonesia sebagai
negara legal-rasional tentunya memiliki prosedur dan instrumen hukum dalam
menindak berbagai penyimpangan yang dilakukan berbagai pihak. Namun, saat ini
Kepmen PAN No. 25/Kep/M.Pan/4/2002 tersebut telah tidak sesuai dengan
perkembangan, tuntutan, dan dinamika masyarakat dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi sehingga telah digantikan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI No. 39 Tahun 2012 tentang
Pengembangan Budaya Kerja dengan mekanisme yang disesuaikan dengan organisasi
pada masing-masing satuan kerja yang berlaku di lingkungan organisasi
pemerintah daerah.
Dengan demikian, tindakan yang dilakukan oleh Walikota
Surabaya masih relevan dengan nilai etika yang dianut oleh negara Indonesia
karena Indonesia sebagai negara hukum, berdasarkan peraturan terbaru bahwa
tindakan yang telah dilakukan walikota Surabaya dengan nilai-nilai dari
masing-masing lingkungan organisasi pemerintahan daerah ditujukan untuk
melindungi kepentingan umum yaitu kebutuhan akan lahan hijau di Kota Surabaya.
2.2.3 Ciri-Ciri
Kepemimpinan Aparatur yang Ideal
Kepemimpinan dituntut memiliki kompetensi yang diperlukan
untuk dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dan tantangan secara kreatif
dalam menghadapi perubahan secara masif dan ketidakpastian. Adapun ciri-ciri
tersebut sebagai berikut.
- ·
Pemahaman terhadap
kenyataan dunia dan kepemimpinan.
- ·
Tingkat motivasi
yang tinggi dalam menghadapi perubahan
- ·
Kekuatan dan daya
tahan emosi untuk mengelola kecemasan dirinya dan orang lain.
- ·
Keterampilan baru
dalam mengkaji berbagai asumsi budaya
- ·
Kesanggupan dan
kesediaan untuk menyertakan pihak lain untuk melaksanakan peran serta mereka.
- ·
Kesanggupan dan
kesediaan berbagi kekuasaan sesuai dengan keterampilan dan kemampuan. (LAN, 2008)
Namun, pemimpin yang ideal nyatanya dituntut lebih
memiliki kompetensi. Pengembangan perilaku kepemimpinan pemerintahan juga
menuntut kreativitas dan keahlian dalam mengembangkan pendekatan yang bebas
dengan berusaha untuk mengarahkan orientasi pada kepentingan masyarakat luas.
Maka diperlukan kompetensi aparatur pemerintahan sebagai berikut.
·
Kepekaan terhadap
situasi lapangan
·
Pengayom dan
pelindung atas moral masyarakat
·
Keterbukaan pikiran
·
Memperhatikan
aspirasi masyarakat.
Dari segi kepemimpinan aparatur yang ideal. Walikota
Surabaya, Ibu Risma dinilai sebagai sosok yang terbuka dan berintegritas karena
kemampuannya dalam menyesuaikan diri sebagai pemimpin dalam menghadapi
perubahan dan tantangan baru secara kreatif dan fleksibel sehingga dengan
kompetensinya tersebut berhasil membangun taman bungkul hingga memperoleh
penghargaan “The 2013 Asian Townscape
Award” dari PBB sebagai taman terbaik se-Asia. Bahkan di lingkup Kota
Surabaya, Bu Risma berhasil menjadikan Surabaya sebagai kota terpopuler secara Online dalam ajang The Guangzhou International Award 2018.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pemerintahan daerah kota, seorang walikota memiliki
kemampuan melalui kekuasaan untuk mengarahkan sub-bagian lainnya dalam struktur
organisasi pemerintahan kota yang berada di bawahnya termasuk dinas daerah
dalam pencapaian tujuan pemerintahan. Oleh karena itu, pengelolaan taman kota
merupakan bentuk kekuasaan yang dimiliki seorang walikota melalui instansi
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota. Bersama masyarakat dalam bentuk Perda
Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 tentang pengelolaan ruang terbuka hijau.
Seoranhg walikota memiliki wewenang dalam pengelolaan
pembangunan dan tata ruang terutama RTH (Ruang Terbuka Hijau) dan juga
lingkungan hidup melalui UU No, 32 Tahun 2004 tentang pembagian wewenang antara
pusat dan daerah. Maka tindakan walikota dapat dikatakan bahwa relevan terhadap
wewenang yang dimilikinya.
Adapun otoritas yang diakui di Indonesia adalah legal
rasional. Seorang walikota bersama wakil walikota dipilih melalui Pilkada
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan
kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 mengenai penetapan peraturan pemerintah
pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang. Dengan proses seleksinya dilakukan melalui prosedur
rekrutmen partai politik dan prosedur pengajuan partai politik dalam Pilkada.
Dari segi, etika administrasi, Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi RI No. 39 Tahun 2012 tentang Pengembangan Budaya
Kerja dengan mekanisme yang disesuaikan dengan organisasi pada masing-masing
satuan kerja yang berlaku di lingkungan organisasi pemerintah daerah.
Maka tindakan yang
dilakukan oleh Walikota Surabaya masih relevan dengan nilai etika yang dianut
oleh negara Indonesia karena Indonesia sebagai negara hukum, berdasarkan
peraturan terbaru bahwa tindakan yang telah dilakukan walikota Surabaya dengan
nilai-nilai dari masing-masing lingkungan organisasi pemerintahan daerah
ditujukan untuk melindungi kepentingan umum yaitu kebutuhan akan lahan hijau di
Kota Surabaya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR
PUSTAKA
Kurniawan, D. (2014, May 11). Taman
Rusak karena Es Krim Gratis, Walikota Risma Marah Besar. Retrieved April
20, 2019, from Liputan6:
https://www.liputan6.com/news/read/2048445/taman-rusak-karena-es-krim-gratis-walikota-risma-marah-besar
Labolo, M. (2016). Modul Etika
Pemerintahan. Institut Pemerintahan dalam Negeri.
LAN. (2008). Modul Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV. Etika Kepemimpinan Aparatur, 27-28.
Nurhidayah, E. (2017, December 03). Teori
Otoritas Max Weber. Retrieved April 19, 2019, from Rainbow Knowledge:
http://blog.unnes.ac.id/efvinurhidayah/2017/12/03/teori-otoritas-max-weber/
Zakky. (2018, May 5). Pengertian
Kekuasaan menurut Para Ahli dan Secara Umum. Retrieved April 19, 2019,
from Zona Referensi llmu Pengetahuan Umum:
https://www.zonareferensi.com/pengertian-kekuasaan/